Siapa yang merasa akhir-akhir ini cuaca sangat panas? Baru jam 10 pagi, hawa panas sudah menyengat. Hujan jarang turun. Debu berterbangan. Mau pergi keluar motoran sekitar rumah aja, rasanya kurang jika tanpa sunscreen, topi, sarung tangan dan kaos kaki sebagai pelindung tambahan dari terik mentari.
Padahal jika dingat-ingat, tahun-tahun sebelumnya cuaca panas enggak seekstrim seperti saat ini loh, ya. Dan hawa panas yang ada sekarang, nyatanya enggak ujug-ujug terjadi begitu saja.
![]() |
Terik matahari (foto : pixabay) |
Merasakan Perubahan Iklim
"Cuaca di sana panas banget, enggak?"
Jawaban dari beberapa teman yang tinggal di kota lain adalah sama. Mereka semua merasa setiap hari kepanasan dan kegerahan. Bahkan di malam hari, hawa sumuk tetap terasa. Sudah pakai kipas angin di ruang tamu, tetap saja tubuh lengket berkeringat.
Berasa kan kalau perubahan iklim mulai memberi dampak signifikan pada kehidupan kita sehari-hari. Bawaannya jadi mau minum yang dingin-dingin terus, padahal sering minum dingin di cuaca terik tidak baik untuk kesehatan. Ujung-ujungnya malah jadi sakit dan mengganggu aktivitas harian.
Adanya perubahan iklim ini perlu disadari bersama karena faktanya peningkatan suhu bumi saat ini telah mencapai kenaikan 1,1 derajat celcius. Pantas saja kalau hawa panas semakin terasa dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Fakta Perubahan Iklim
Banyak orang awam mungkin berpikir hawa panas yang mendera beberapa bulan terakhir ini hanyalah hal biasa. Karena memang sudah waktunya atau karena masih periode musim kemarau. Padahal suhu bumi menjadi lebih hangat dikarenakan adanya perubahan iklim. Di mana pada awalnya perubahan iklim terjadi secara alami dan melalui proses waktu yang panjang hingga ratusan tahun.
![]() |
Sektor industri menjadi penyumbang besar gas efek rumah kaca (foto : pixabay) |
Namun seiring waktu, aktivitas manusia yang tidak bijak terhadap lingkungan menjadi pemicu utama yang mempercepat terjadinya perubahan iklim. Bertambah miris dengan banyaknya aktivitas manusia yang menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca ke atmosfer seperti
Maraknya penebangan hutan
Penggunaan transportasi dengan bahan bakar fosil
Manufaktur produk
Pemakaian plastik berlebihan
Penggunaan listrik dan barang elektronik yang tidak bijak
dan masih banyak aktivitas lainnya yang menyebabkan efek rumah kaca meningkat. Emisi gas-gas berupa karbon dioksida, belerang dioksida, nitrogen, gas metana dan CFC yang terlalu banyak mengendap di atmosfer menjadi perangkap panas matahari dan menyebabkan suhu Bumi meningkat secara bertahap.
Dampak Perubahan Iklim Terhadap Makhluk Hidup
Seperti yang sudah banyak dijelaskan, adanya perubahan iklim jelas memberi dampak pada makhluk hidup. Hawa panas yang kita rasakan hampir setiap harinya saja sudah cukup mengganggu dan mengurangi kenyamanan beraktivitas. Terbukti perubahan iklim berupa cuaca ekstrem mampu mempengaruhi kesehatan dan produktivitas manusia dalam bekerja. Tubuh menjadi lebih rentan dengan adanya perubahan iklim yang terjadi saat ini.
Dampak lebih mengerikan lainnya berupa pemanasan global yang berujung pada terjadinya kekeringan, banjir, kerusakan ekosistem, mencairnya es di kutub, karhutla sampai naiknya permukaan air laut.
Kita sebagai penghuni bumi, jangan tunggu kondisi bumi menjadi lebih sekarat, ya. Dengan kondisi perubahan iklim yang bertambah, kita sebagai individu tentunya bisa melakukan upaya untuk memperlambat penambahan emisi gas rumah kaca sebagai langkah untuk melindungi bumi dan juga keberlangsungan generasi mendatang.
Tindakan Menghambat Perubahan Iklim dan Perlindungan Hutan
Ketika kita berbicara tentang upaya menghambat perubahan iklim, hal ini juga tidak lepas dari upaya melindungi hutan Indonesia dan melestarikannya. Fakta bahwa seiring bertumbuhnya dunia industri, emisi CO2 pun semakin meningkat keberadaannya. Penggunaan bahan bakar fosil berupa batu bara, gas alam dan minyak bumi pada proses produksi di bidang industri, berdasarkan data Pusat Analisis Informasi Karbondioksida Departemen Energi AS (CDIAC), menghasilkan lebih dari 400 miliyar ton karbon dioksida ke atmosfer terhitung sejak tahun 1751.
Di Indonesia sendiri, berdasar data Global Carbon Project tahun 2015, negeri kita menghasilkan emisi karbon mencapai 537 Mt karbondioksida dalam satu tahun. Itu berarti setiap penduduknya sukses menyumbangkan 2,1 ton polusi CO2 setiap tahunnya. Sungguh angka yang sangat memprihatinkan.
Dengan terus berupaya menjaga dan melestarikan hutan-hutan di Indonesia, keberadaan jutaan pepohonan di dalamnya mampu menyerap jutaan gas karbon dioksida yang tersebar di atmosfer negeri ini.
Untuk mewujudkan bumi tetap layak huni, bersama-sama dengan pemerintah dan berbagai pihak lainnya, kita sebagai penghuninya juga wajib mengambil bagian sebagai #TeamUpForImpact untuk #BersamaBergerakBerdaya demi kebaikan bersama.
Berikut beberapa tindakan nyata yang dapat dilakukan oleh pemerintah maupun tiap individu yang turut serta sebagai upaya mitigasi emisi untuk menghambat terjadinya efek rumah kaca yang berujung pada perubahan iklim, berupa :
Beralih ke penggunaan energi terbarukan
Mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan beralih ke energi terbarukan seperti tenaga surya, hidro, angin untuk mengurangi penggunaan listrik.
Penghematan energi
Menghemat penggunaan energi di rumah, kantor ataupun di sektor industri.
Penggunaan transportasi berkelanjutan
Yaitu berupa sistem transportasi yang tidak berdampak bahaya pada kesehatan juga ekosistem lingkungan.
Konservasi hutan
Melindungi hutan serta memanfaatkan sumber daya di dalamnya secara bijak sambil tetap melakukan reboisasi agar hutan dan seisinya tetap terjaga.
Melakukan praktik pertanian berkelanjutan
Yang dimaksud praktik pertanian berkelanjutan berupa manajemen limbah ternak dan pengurangan pemakaian pupuk guna mengurangi emisi metana dan nitrogen oksida namun tetap dapat memenuhi kebutuhan pangan tanpa merusak lingkungan.
Menyebarkan pengetahuan dan informasi akan kesadaran menjaga lingkungan pada masyarakat
Hal ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya bergaya hidup hemat energi untuk mengurangi emisi efek rumah kaca.
Beradaptasi perlahan dengan perencanaan tata kota berbasis iklim
Dengan adanya perencanaan tata kota berbasis iklim berupa pembangunan infrastruktur yang tahan akan perubahan iklim, seperti adanya tanggul banjir, taman kota untuk penyerapan air, serta rancangan gedung yang tahan dengan suhu tinggi.
![]() |
Hutan harus dilindungi sebagai penghasil oksigen untuk makhluk hidup (foto : pixabay) |
Semua tindakan konkret di atas memang memerlukan andil besar dari pemerintah namun kita sebagai individu juga bertanggung jawab untuk mewujudkannya bersama-sama demi keberlangsungan bumi dan tiap makhluk hidup di dalamnya.
Solusi mengatasi perubahan iklim
Sejatinya perubahan iklim merupakan hal yang serius dan tidak bisa dianggap remeh mengingat dampak ke depannya terhadap keberadaan makhluk hidup. Selain tindakan besar di atas yang memerlukan andil dari pemerintah, diperlukan juga solusi berkelanjutan yang terlihat sederhana namun akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Contohnya sebagai berikut :
Menanam Pohon
Siapa yang tidak suka berteduh di bawah pohon saat panas terik? Selain terhalang dari teriknya matahari, berteduh di bawah pohon juga terasa segar dan sejuk karena pohon sebagai penghasil oksigen. Selain itu, pohon juga berfungsi menyerap gas karbon dioksida. Semakin banyak kita menanam pohon, semakin bersih udara yang bisa kita hirup. Sederhana kan, untuk melakukannya pun cukup dimulai dari sekitar rumah dan lingkungan kita.
Terapkan gaya hidup 3R (Reduce, Reuse, Recycle)
Timbunan sampah plastik di tempat pembuangan akhir kerap terlihat dan menjadi permasalahan sampah yang cukup pelik untuk ditangani. Jangan salah, polusi sampah plastik juga bisa menjadi penyebab terjadinya perubahan iklim yang saat ini terjadi. Ini dikarenakan kandungan plastik yang terbuat dari bahan etilena dan propilena yang dibuat dari bahan bakar fosil yang jika terkena sinar matahari tentunya akan menyumbang jumlah karbon dioksida di udara.
Dengan menerapkan 3R yaitu Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan ulang) serta Recycle (mendaur ulang) bisa menjadi langkah sederhana yang tepat sebagai solusi mengatasi perubahan iklim.
Ketiga langkah ini jika dilakukan secara masif dan bersama-sama bisa memberi dampak pencegahan yang besar terhadap masalah sampah plastik yang cukup menjadi ancaman untuk keberlangsungan bumi dan makhluk hidup di dalamnya.
Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi
Buat penduduk di kota-kota besar Indonesia terutama kota Jakarta seperti saya, pastinya sangat sering melihat pemandangan jalanan yang macet dan luber dengan deretan mobil dan sepeda motor yang hampir menutup semua badan jalan. Kemacetan panjang disertai gulungan asap dari deretan knalpot menambah keruh kondisi udara di sana. Hal ini tentunya berangkat dari mudahnya prosedur memiliki kendaraan bermotor untuk individu yang turut andil membludaknya gas karbon dioksida di udara kota-kota besar di Indonesia. Padahal jika kita terbiasa menggunakan moda transportasi umum yang mulai terintegrasi secara aman dan nyaman di kota-kota tersebut, bisa loh mengurangi penggunaan kendaraan bermotor pribadi di jalan-jalan yang tentunya akan pula mengurangi emisi gas rumah kaca dari kendaraan pribadi yang kita gunakan.
Mematikan perangkat elektronik yang tidak digunakan
Sepele namun memiliki dampak besar jika banyak orang menyadari dan mau melakukan hal ini. Energi listrik yang digunakan untuk menyalakan dan menggerakkan perangkat elektronik juga salah satu penyebab emisi gas rumah kaca. Jangan terbiasa menggunakan fitur standby karena bagaimanapun cara ini tetap membuang percuma energi listrik yang ada. Matikan kipas atau lampu saat tidak digunakan. Mengatur waktu penggunaan AC atau mengganti lampu dengan jenis LED yang lebih hemat energi bisa menjadi bentuk efisiensi energi yang bisa kita lakukan di rumah.
![]() |
Penggunaan lampu LED lebih hemat energi (foto : pixabay) |
Mewujudkan Harapan dengan Menjadi Agen Pergerakan #MudaMudiBumi
Bisakah mewujudkan tingkat emisi nol?
Tentunya semua tergantung pilihan kita masing-masing. Gaya hidup yang kita pilih akan berdampak besar pada lingkungan dan bumi. Terbukti dengan adanya data bahwa dua pertiga dari emisi gas rumah kaca di dunia berasal dari rumah tangga. Dari cara kita memanfaatkan listrik di rumah sehari-hari, cara kita memilih moda transportasi sampai ke jenis makanan yang kita makan akan memberi dampak yang berbeda terhadap emisi gas rumah kaca yang dihasilkan.
Contoh kecil misalnya kita bisa memperbanyak makan sayur dibanding mengonsumsi daging dan susu yang memiliki proses produksi lebih panjang. Mulailah untuk melakukan gaya hidup hemat energi di rumah dan putuskan untuk berjalan kaki, bersepeda atau untuk jarak yang lebih jauh, gunakan transportasi umum dibanding memakai kendaraan pribadi untuk bepergian.
Dalam mengonsumsi makanan, misalnya, jangan sampai ada makanan yang terbuang percuma yang di akhir perjalanannya akan menjadi tumpukan sampah penghasil gas metana, salah satu dari gas rumah kaca. Jikapun ada makanan yang tersisa, buatlah kompos dari sisa makanan kita. Pengeluaran untuk membeli pupuk di rumah pun menjadi berkurang.
Kebiasaan lain yang bisa kita terapkan yaitu tidak kalap saat berbelanja. Belilah barang atau produk yang memang benar-benar kita butuhkan. Lebih bagus lagi, pilihlah jenis produk ramah lingkungan karena segala sesuatu yang kita beli pada akhirnya akan membawa dampak pada bumi.
Setelah terbiasa melakukan beberapa langkah di atas yang bertujuan baik demi kelangsungan #UntukmuBumiku, kita bisa mulai mengajak orang terdekat mulai dari keluarga, tetangga juga sahabat. Semakin banyak orang yang ikut berkontribusi dalam melakukan gaya hidup hemat energi, maka akan semakin banyak memberi efek baik terhadap lingkungan.
Dengan begitu, harapan kita sebagai penggerak #MudaMudiBumi untuk menghambat perubahan iklim yang terjadi perlahan bisa terwujud. Karena sekecil apapun tindakan kita sebagai individu, tetap bisa memberi dampak positif pada bumi jika dilakukan bersama-sama.
Yuk, share juga mimpi kamu terhadap penanganan isu perubahan iklim dan perlindungan hutan!
Kalau bukan kita lagi yang bergerak, lalu siapa lagi, kawan?
Sumber :
https://indonesia.un.org/id/172909-apa-itu-perubahan-iklim
https://www.merdeka.com/jabar/cara-mengatasi-perubahan-iklim-kenali-penyebabnya-kln.html
https://news.unair.ac.id/2019/09/10/mangrove-memberi-manfaat-atau-sebaliknya/?lang=id
https://www.mongabay.co.id/2023/06/02/sampah-plastik-dan-perubahan-iklim-seperti-apa/
Komentar
Posting Komentar