Siang itu, keranjang yang dibawa Bu Tresni, anggota kelompok ibu-ibu di desa Galengdowo, Jombang, telah terisi penuh dedaunan. Ia baru saja pulang meramban, memetik tumbuhan liar di alam untuk diolah menjadi penganan. Bersama beberapa ibu-ibu lainnya, mereka beriring menuju suatu bangunan di tengah desa yang juga tampak ramai. Di sana beberapa orang tengah mengolah sesuatu. Wajah-wajah ceria dan penuh semangat tergambar jelas di antaranya.
Hari itu mereka akan membuat selai yang berbahan dasar tanaman liar berupa tumbuhan Krokot. Selain dibuat menjadi selai, kemarin mereka juga telah berkreasi mengolah daun Krokot menjadi sayur asam, mencampurnya dengan pepes juga membuatnya menjadi botok. Rasanya sangat enak.
Kini di atas kompor terlihat cacahan daun krokot direbus bersama air dan gula putih dengan perbandingan 1:1. Setelah teksturnya mengental, selai daun Krokot siap dinikmati. Para ibu bersama anak-anak yang sedari tadi menunggu bergantian mencicipi. Cita rasa daun krokot yang sedikit asam terasa renyah dan ringan di lidah, sangat cocok untuk dijadikan selai. Anak-anak pun sangat menyukainya. Wajah-wajah para ibu tampak sangat antusias. Percobaan mereka hari ini lagi-lagi berhasil. Siapa menyangka, tanaman Krokot yang dulu hanya dianggap tanaman liar bagi penduduk setempat, kini bisa menjadi alternatif pilihan bergizi untuk konsumsi pangan sehari-hari.
![]() |
Bersama ibu-ibu melakukan kegiatan meramban dan memasak tanaman liar dengan resep-resep tradisional foto : IG Mantasa |
Menyantap Tanaman Liar
Bisa jadi hal ini aneh untuk banyak orang. Tanaman liar yang tak pernah dirawat dan kerap dipandang sebelah mata ternyata masuk kategori superfoods. Selain nutrisinya yang tinggi, tanaman liar tidak pernah terpapar pestisida ataupun bahan kimia lainnya. Fakta inilah yang membuat kelompok ibu-ibu di desa Galengdowo terus bereksperimen membuat olahan pangan dari tanaman liar di sekitar mereka. Mulai dari daun krokot, daun kastuba, tempuyung dan juga beberapa jenis tumbuhan liar lainnya.
Di Galengdowo, sebagian ibu-ibu di sana pada dasarnya sudah mengenal pengetahuan tentang penggunaan manfaat tanaman liar untuk dijadikan penganan sehat sehari-hari. Namun karena berbagai faktor, pola makan warga desa cenderung berubah dan kebiasaan mengonsumsi tanaman liar semakin jarang dilakukan. Bahkan seiring waktu daun krokot lebih dikenal sebagai pakan jangkrik.
Baca juga : cintai hutan sumber kehidupan
Meski tanaman liar, faktanya daun krokot mengandung banyak vitamin seperti vitamin A, B, C serta Omega-3 yang sangat baik untuk perkembangan sel otak anak. Sangat disayangkan jika keberadaannya tidak dimanfaatkan secara maksimal. Hal inilah yang mendorong Hayu Dyah Patria untuk fokus mengedukasi pemanfaatan tanaman liar sebagai makanan bergizi kepada masyarakat.
Berawal dari Rasa Ingin Tahu
Sejak dibangku kuliah, Hayu Dyah sangat tertarik pada isu keterkaitan antara manusia dengan alam. Bagaimana ternyata hubungan antara tumbuhan, alam dan manusia bisa begitu kompleks dan penuh keajaiban. Kegemarannya melahap buku-buku antropologi serta pertemuannya dengan buku lawas di perpustakaan kampus yang berjudul "Tumbuhan Berguna Indonesia" oleh Heyne K. membuka wawasannya tentang informasi berupa ribuan tumbuhan di Indonesia dan bagaimana Masyarakat Adat dan warga lokal memanfaatkannya.
Saat penelitian skripsi, ia pun memilih tema unik dan tak biasa. Walaupun berada di jurusan teknologi pangan, ia menginginkan tema skripsi yang memiliki perspektif sosial dan budaya. Bruguiera Gymnorrhiza (tanjang) salah satu jenis buah mangrove yang biasa dijadikan bahan pangan oleh masyarakat adat Papua dengan pengolahan khusus sebelum dikonsumsi menjadi pilihan tema penelitiannya saat itu.
Lulus dengan nilai C tak pernah membuat langkah Hayu Dyah surut untuk terus menggali dan meneliti tentang keanekaragaman tumbuhan di Indonesia. Kesadarannya akan tingginya angka kekurangan gizi di Indonesia serta kepeduliannya untuk bisa ikut memerangi malnutrisi membuatnya terus mencari peluang bagaimana cara memperkuat ketahanan pangan dengan cara yang masuk akal.
Bertekad Wujudkan Ketahanan Pangan untuk Warga Miskin
Hati Hayu Dyah terus terusik. Seringkali ia berpikir, mengapa bisa begitu banyak anak yang mengalami kekurangan gizi di Indonesia yang sebenarnya kaya akan keanekaragaman hayati. Berdasar Data Riset Kesehatan 2010, persentase angka kekurangan gizi di Indonesia masih tinggi mencapai 17,9% yang disebabkan oleh kemiskinan.
Selepas kuliah, Hayu memutuskan untuk mulai berkeliling dari desa ke desa di Jawa Timur untuk melakukan penelitian lebih dalam lagi tentang tumbuhan di sekitar mereka. Hayu memilih desa Galengdowo, Jombang, Jawa Timur karena walaupun sebagian besar penduduknya terbilang kekurangan namun sumber daya hayati di desa ini sangatlah melimpah.
Hayu mulai masuk ke pedalaman-pedalaman desa, menemui dan mewawancarai para lansia tentang jenis-jenis tanaman yang pernah mereka konsumsi semasa muda. Berawal dari itulah, Hayu menemukan solusi untuk mengatasi kekurangan gizi yang sebagian besar penyebabnya karena kemiskinan. Tanaman liar tertentu yang diolah menjadi bahan pangan sangat masuk akal untuk disebarluaskan ke masyarakat.
"Lewat gerakan ini, saya ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa tanaman-tanaman pangan liar yang dianggap tidak punya manfaat sebenarnya punya nilai seperti tanaman budidaya lainnya," jelas Hayu Dyah pada saya saat kami berbincang beberapa waktu lalu.
Menurut Hayu, keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia sudah sepantasnya bisa dimanfaatkan oleh warga Indonesia sendiri tanpa harus mengalami kekurangan gizi karena alasan kemiskinan pada individu tersebut.
Seiring waktu berlalu, usaha Hayu Dyah merangkul ibu-ibu di desa Galengdowo semakin membuahkan hasil. Fokus awal yang bermula untuk mendorong kenaikan gizi dengan mengonsumsi tumbuhan pangan liar di masyarakat, lalu berkembang menjadi pengolahan produk pangan yang bisa dipasarkan. Bersama-sama mereka melakukan riset, eskperimen resep, mendokumentasikan tumbuhan dan pengetahuan tradisional mereka seperti data-data tentang aneka tumbuhan serta resep-resep trasidional turun temurun yang sudah sepatutnya dilestarikan.
![]() |
proses pembuatan gula tarebung dengan pemanfaatan campuran tanaman liar foto : IG Mantasa |
Sejak lulus kuliah dan mendirikan Mantasa di tahun 2009, sampai saat ini sudah ada beberapa desa yang merasakan manfaat program ini di antaranya yaitu desa Galengdowo di Jombang Jawa Timur, dusun Mendira di Jombang, Jawa Timur, Desa Adat Saga di Ende, NTT dan Desa Tasi dan Talwai di Alor, Nusa Tenggara Timur.
Menyelamatkan Resep Tradisional Warisan Leluhur
- Kukur (parut) kelapa tua
- Haluskan bawang merah, bawang putih, cabe dan garam. Lalu campurkan ke kelapa parut. Sangrai hingga kering lalu dinginkan.
- Iris tipis-tipis jeruk nipis utuh yang sudah dibuang bijinya.
- Setelah dingin, campurkan irisan jeruk nipis dan kemangi.
Usaha Pengumpulan Benih
Wujudkan Kedaulatan Pangan Secara Organik
- Meningkatkan kesadaran 25 ribu masyarakat lokal dan masyarakat adat tentang tanaman liar yang dapat dikonsumsi
- Mengidentifikasi 700 spesies tumbuhan liar yang dapat dimakan
- Sebanyak 500 perempuan dan pemuda adat terlibat dalam penelitian ini dan telah menyadari peran penting mereka dalam sistem pangan
![]() |
Memetik tanaman liar dari alam, mendokumentasikan serta membuat berbagai penganan dari tanaman liar di Alor, NTT foto : Aci Maimau dan Hayu Dyah |
Komentar
Posting Komentar