Langsung ke konten utama

Tips Bangun Growth Mindset pada Anak

Menjadi seorang ibu adalah saat di mana saya harus terus belajar tentang mendidik anak, memperbanyak sabar, menyiapkan bahu dan pelukan yang lebar sebagai tempat yang nyaman untuk anak-anak bercerita apa saja.

Saat anak-anak nyaman bercerita apa saja kepada orang tua, itulah saat yang tepat di mana orang tua bisa memberi masukan dan nasehat dengan cara yang santai tanpa kesan menggurui. 

Hal ini berlaku banget untuk anak perempuan saya yang kini menginjak remaja. Alhamdulillah, semua hal dia ceritakan tanpa ada rasa sungkan atau takut terutama kepada saya ibunya, karena sejak usia SD memang sudah saya biasakan untuk bercerita senyaman-nyamannya dengan saya sebagai ibunya. Saya berusaha untuk tidak men-judge apapun yang dia alami namun tetap memberi koreksi sebagai 'teman' saat dia melakukan kesalahan. Hasilnya, rahasia apapun itu akan dia ceritakan pada saya ibunya. Sampai akun IG miliknya pun, dia install juga di hp saya agar akun miliknya bisa saya buka dan cek kapan saja.

Berbagi Peran antara Saya dengan Suami

Saya dan suami, kami memang berbagi peran untuk mengayomi anak-anak. Suami menjadi tempat bercanda paling menyenangkan untuk mereka. Urusan  kelitik-menggelitik pinggang, guyon dan mencairkan suasana, suami jagonya. Bahkan di saat anak perempuan sulung kami sedang lelah atau ada masalah di pondoknya, ia akan memilih untuk curhat dan menelepon saya untuk meluapkan kekecewaannya lalu biasanya dia akan mencari ayahnya, dengan jenaka suami akan memberi sedikit motivasi sambil diselingi guyonan. Putri kami di seberang telepon pun, akan tertawa senang. Sedihnya langsung berkurang dan biasanya hal itu cukup untuk membuatnya kembali semangat menjalani hari-hari sekolah di pesantren. 

Beda lagi dengan si bungsu laki-laki yang masih berusia 7 tahun, antara ayah dan anak paling senang kelitikan, saling menggelitik pinggang masing-masing, ngikik bareng sampe rumah penuh dengan ketawa dan teriakan canda keduanya. 

Nah bagi saya seorang ibu, rasanya sudah lelah dengan urusan rumah kalau harus diajak bercanda lagi. Anak-anak juga sudah sangat mengerti dengan hal ini. Kalau mau bercanda, mereka lari ke ayahnya. Mau cerita apa saja, ya ke ibunya. Tapi bukan berarti ke ayahnya juga ga pernah cerita apa-apa, ya. Obrolan ringan akan selalu ada di antara kami berempat.

Nah, saat anak bercerita, menyampaikan keluh kesahnya, masalah apa yang sedang dialami, saat itulah saya akan memasukkan beberapa tips agar anak bisa mengerti dan memiliki growth mindset. 

Growth mindset itu sendiri berupa pola pikir yang selalu berkembang dan adanya keinginan untuk selalu belajar hal baru. 
Pola pikir growth mindset sangat penting untuk dimiliki terutama saat seseorang menjadi dewasa. Dengan pola pikir ini, anak akan lebih survive dan semangat menghadapi perubahan apapun ketika ia dewasa nanti.

Berikut beberapa tips yang sering saya lakukan untuk bisa membangun growth mindset pada anak :

1. Hargai dan puji usaha dan ketekunan yang anak lakukan
Kami sering melakukan ini. Misalnya saat anak pertama belajar tekun untuk bisa diterima di pesantren impiannya, kami sebagai orang tua selalu mendukungnya selama itu hal yang positif. Namun kami juga selalu mengingatkan agar ia tidak terlalu kecewa jika nanti hasil akhirnya ia tidak lolos di pesantren tersebut. Dari sisi mental, anak jadi lebih siap menghadapi kemungkinan gagal dan tetap memiliki rencana kedua jika memang ia tidak berjodoh dengan pesantren impiannya. Sedangkan terhadap adiknya yang masih kecil, mulai dari hal-hal ringan seperti saat lomba 17 Agustus kemarin, jika adik tidak menang, adik jangan sedih yang terpenting adik sudah ikut lomba dan telah mencoba sebaik mungkin.

2. Bimbing anak untuk menyukai tantangan
Jadikan tantangan sebagai wadah untuk bisa mencoba hal baru dan menjadi peluang agar anak-anak bisa berkembang. Memilih sekolah di pesantren impiannya adalah salah satu tantangan terbesar (saat ini) untuk si kakak termasuk juga untuk kami sebagai orang tuanya. Jauh dari keluarga, sibuk dengan padatnya kegiatan di pondok serta bertemu dengan beragam karakter orang yang juga bersekolah di sana membuat si kakak lebih kuat mental, hati dan terutama pondasi agamanya. Sementara untuk si bungsu, mulai terlihat keinginan untuk mondok juga di sana. Tinggal kami sebagai orang tuanya, mampukah untuk menerima tantangan tersebut ?

Mencoba ikut lomba saat usia balita. Foto : dokpri.
     
3. Dorong anak untuk memiliki rasa ingin tahu
Anak yang penasaran dan memiliki rasa ingin tahu yang besar akan bersikap aktif dan banyak bertanya untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Mendampingi anak setiap mereka bereksplorasi serta menjawab semua pertanyaan yang mereka ajukan memang menguras tenaga saya tetapi hal ini lebih baik dibanding mereka mencari tempat lain untuk bertanya. Jika saya sebagai ibunya cerewet dan antusias terhadap hal baru, maka anak-anakpun akan ikut semangat untuk memiliki rasa ingin tahu mulai dari hal kecil di sekitar mereka.

4. Pandu anak untuk menentukan tujuan 
Memang terdengar berat untuk hal satu ini melihat usia anak yang masih dini. Namun karena pola pikir growth mindset memang  perlu ditanamkan sejak usia dini, cukup mulai dari hal kecil di sekitar anak. Misalnya saat si adik ingin memiliki mainan baru yang harganya lumayan mahal. Saya akan mengajaknya untuk menabung, menyisihkan uang jajan misalnya sebesar Rp 2000 setiap harinya. Lama kelamaan uang itu akan terkumpul dan keinginannya untuk memiliki mainan baru bisa terwujud. 

5. Beri kesempatan anak untuk berkesplorasi dan berkreativitas
Hal ini bisa membangun rasa percaya diri pada anak serta membantu mereka membangun polapikir growth mindset sejak kecil. Contohnya saat si adik senang menggambar membentuk suatu pola, mengguntingnya lalu dijadikan mainan baru baginya sudah menjadi bentuk kreativitas kecil yang ia lakukan. Tinggal kita sebagai orang tuanya yang bersikap merespons penuh perhatian dalam setiap proses kreativitasnya. Di tahap ini, saat anak melakukan kesalahan pun, saya akan mengajarinya untuk tidak takut saat berbuat salah namun jadikan hal ini sebagai pembelajaran untuk bisa lebih baik ke depannya. 

Itulah beberapa tips yang sering kami lakukan agar anak-anak bisa memiliki pola pikir growth mindset sejak dini. Tarik ulur juga kami terapkan kepada mereka, ada saatnya boleh melakukan sesuatu, ada saatnya pula tidak boleh melakukan sesuatu tentunya dengan penjelasan yang baik tentang hal tersebut. Mengingat pola pikir ini akan sangat berguna untuk mereka di masa depan, lakukan mulai dari hal kecil di sekitar kita. Lama kelamaan saat anak sudah dewasa, mereka pun akan terbiasa menghadapi segala sesuatu dengan pola pikir growth mindset yang terbiasa mereka lakukan sejak dini.







 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alami Gejala Mata Kering, Insto Dry Eyes Solusi Tepat Mengatasinya

Menjaga kesehatan mata kadang sering luput dari prioritas seseorang, termasuk diri ini salah satunya. Kebanyakan orang hanya ingat untuk menjaga kesehatan tubuh dengan berolahraga serta pola makan yang sehat. Padahal ada satu yang sama pentingnya untuk dijaga yaitu mata sebagai panca indera penglihatan. Kalau mata lagi terasa sakit, mata pegal atau mata kemerahan, baru deh terasa betapa pentingnya organ tubuh yang satu ini.  Sebagai seorang freelance writer yang kerjanya lebih sering menatap layar, baik itu layar ponsel ataupun laptop, kadang ada saja momen di mana tiba-tiba mata saya terasa gatal, berair, terasa pedih dan panas atau bahkan kemerahan. Biasanya gejala mata kering akan muncul kalau saya sudah terlalu lama menatap layar saat bekerja. Apalagi di saat deadline tulisan sedang banyak-banyaknya. Gejala Mata Kering Selain beberapa tanda di atas, gejala mata kering umumnya mata akan terasa seperti berpasir, nyeri, mata terasa lelah dan lebih banyak mengeluarkan kotor

Teruntuk One Of My Wishlist, Bersabarlah Sampai Waktunya Treatment NgeZAP Pertamaku di ZAP Clinic

B aru sedetik rasanya saya mengusapkan sunscreen ke wajah, saat si bungsu yang sudah rapi dengan seragamnya berlari mendekat, "Mah.. ayo, berangkat." Saya mengangguk-angguk sambil mengoleskan lipbalm berwarna pink pada bibir, lalu menggamit tangan si kecil, "Yuk, yuk, Mama udah siap."  Tidak ada polesan bedak. Apalagi blush-on merah jambu yang membuat wajah merona. Betapa sederhananya wajah saya tiap mau keluar rumah bahkan saat hendak mengantar anak tiap pagi ke sekolah. Cukup sunscreen dan lipbalm agar bibir tak kering, rasanya sebagai ibu rumah tangga, saya sudah cukup siap menghadapi dunia di luar sana. Uhuukk. Mungkin bagi sebagian orang, dua item andalan saya tadi tidaklah cukup untuk melindungi kulit wajah sehari-hari. Namun setiap orang pastinya punya hal-hal prioritas yang berbeda dalam hidupnya, bukan? Daftar Keinginan Seorang Ibu Meski begitu, saya juga punya sih daftar keinginan tentang hal-hal ataupun beberapa item yang saya inginkan di kemudian hari. S

Apa Rasanya Tidur di Tengah Laut Singapura?

Masih ingat dengan kapal pesiar ikonik di film Titanic yang dibintangi aktor Leonardo Dicaprio?  Saat menonton film itu bertahun-tahun lalu, saya ikut terpesona dengan kemewahan dan kemegahan kapal pesiar di film ini, berbobot 46.328 ton, dengan panjang 259 meter dan tinggi mencapai 53,3 meter, kapal ini seumpama istana terapung dengan segala fasilitas lengkapnya.  Setelah melihat film itu, muncul sedikit keinginan untuk ngerasain liburan di tengah laut di atas kapal pesiar mewah. Sensasinya pasti berbeda dengan gaya liburan sebelum-sebelumnya. Siapapun rasanya juga enggak akan nolak kalau ada kesempatan liburan mewah di kapal pesiar ya, kan. Tapi siapa sangka kesempatan itu datang juga tepat di tahun 2014 lalu. Bos di kantor tempat saya dulu bekerja memberi saya kesempatan untuk memimpin sebuah tur yang beragendakan menginap dan beraktivitas di sebuah kapal pesiar mewah dengan rute Singapura- Malaysia-Singapura. Bersama 3 orang rekan lainnya, pengalaman kerja rasa liburan itu berlangs