"Mah, Kakak mau SMP-nya di Gontor aja. Boleh nggak, Mah?"
Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut putri kami yang saat itu masih kelas 5 SD. Ya, terus terang waktu itu aku sempat kaget mendengar sulung kami ingin mondok di sana. Lokasinya yang sangat jauh dari rumah, perkiraan biaya sekolah di sana yang mahal, ditambah pikiran-pikiran lain yang membuat saya berpikir lagi untuk menyekolahkan anak kami di sana.
Walaupun begitu, memang sejak kelas 3 SD, putri kami sudah berniat ingin mondok saat SMP nanti. Dan dulu, niat kami mencarikan pondok pesantren di sekitar Bogor atau kota lain yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Jakarta.
Tapi siapa yang nyangka, putri kami justru tegas memilih Gontor sebagai pesantren pilihannya. Menurutnya lagi, dia sudah riset dan menjatuhkan pilihan pada pesantren ini.
Ya, saat itu, tepatnya 5 tahun lalu, kami sebagai orang tua justru belum banyak tahu tentang pesantren Gontor. Hanya sedikit yang kami tahu tentang pesantren ini. Tentang prestasinya yang banyak mencetak alumni-alumni berprestasi di masyarakat dan juga sistem pendidikan yang terkenal bagus dengan tambahan kedisiplinan yang ketat.
"Kakak serius mau mondok di sana? Jauh banget loh, Kak, dari rumah kita. Mama Ayah ga bisa sering-sering jenguk Kakak ke sana," jawabku saat itu.
Wajah polos di depanku mengangguk yakin. "Enggak sering dijenguk gak apa-apa, Mah. Malah kalau jarang dijenguk, Kakak jadi bisa fokus belajar. Mama Ayah bantuin Kakak, ya. Kakak mau belajar dari sekarang buat persiapan ujian masuknya."
Dan berawal dari keyakinan putri kecil kami itulah, kami pun mulai mencari tahu tentang profil pesantren Gontor. Hati saya pun sedikit gentar saat tahu kalau ujian masuk untuk bisa sekolah di sana terkenal sulit. Putri kami harus bersaing dengan ribuan calon santriwati lainnya yang akan mendaftar sekolah ke sana. Tapi melihat keyakinan di mata beningnya, kami pun berusaha meyakinkan dan menguatkan hati untuk mendukung putri kami bisa sekolah di sana.
Dan perjuangan itu pun dimulai.
Apa Saja yang Harus Dipersiapkan Untuk Sekolah di Gontor?
Sepengetahuan saya, ada 3 hal yang harus disiapkan untuk menyekolahkan anak di pesantren ini. Selain usaha dan biaya, mental juga sangat perlu untuk ikhlas dan yakin menyekolahkan anak di Gontor.
Tentang usaha berupa kesiapan untuk mengikuti ujian masuk saat pendaftaran berlangsung. Ada beberapa materi yang diujikan saat pendaftaran berlangsung. Selain tes psikotes, ada ujian lisan dan ujian tulis serta praktek salat yang akan diujikan kepada semua pendaftar.
Jenis Ujian Tes Masuk Gontor
Putri kami hanya dari sekolah dasar negeri yang pendidikan agamanya hanya ada tiap seminggu sekali. Sementara pendaftar lain, bisa jadi banyak yang SD-nya dari sekolah Islam ataupun SDIT yang mendapat porsi ajaran pendidikan agama lebih banyak.
Meski dari SD Negeri, putriku setidaknya sudah hapal juz 30 yang dia hapal sendiri di rumah. Surat-surat di dalam juz 30, terdiri dari surat-surat pendek dan sebagian surat-surat yang lumayan panjang. Dan saat ujian lisan, salah satu surat pada juz 30 akan dipilih secara random oleh penguji dan diujikan kepada calon santri yang akan mendaftar.
Untuk ujian tulis ada tes bahasa Indonesia dan matematika, serta tes Imla berupa tes dikte bahasa Arab. Contohnya yaitu penguji akan mengucapkan satu kata pendek dalam bahasa Arab, lalu si calon santri akan mendengar dan menuliskannya, lengkap beserta harakatnya. Tes inilah yang menjadi momok dan kerap membuat banyak calon santri gagal saat mengikuti tes masuk.
Terus terang waktu itu, saya agak gentar melihat kemampuan tes imla putri kami. Hanya bermodalkan video dari YouTube, kakak Lubna giat berlatih Imla setiap hari. Banyak salahnya, yang betul hanya satu dua nomor saja. Tapi dia tetap semangat, bahkan saat naik kelas 6 SD, setiap hari kakak Lubna belajar dua jenis pelajaran. Yang pertama belajar pelajaran SD untuk ujian akhir di sekolah, dan yang kedua belajar untuk persiapan tes masuk ke Gontor. Saya yang melihat semangatnya, juga ikut semangatt dan terus mencari tahu langkah apa yang bisa disiapkan agar persiapan belajarnya semakin matang dan bisa ada hasilnya. Saya pun sering bawel untuk menyuruhnya istirahat, jangan terlalu keras belajar, bahkan menyuruhnya untuk tidur siang meski sebentar.
Melihat keseriusan anak untuk belajar, pasti ada kekhawatiran, gimana nantinya kalau anak sudah jauh-jauh ke Jawa Timur untuk ikut tes, dan ternyata dia gak lulus tes masuk. Ngeri membayangkannya. Gak tega melihat anak kecewa.
Jauh-jauh hari saya juga sering bawel untuk menguatkan hatinya tentang kemungkinan terburuk kalau dia nggak lulus tes. Harus ada plan B setelah plan A. Lagi-lagi, putriku hanya mengangguk mantap. Dan kami terus berikhtiar dan berdoa semampunya.
Waktu pun berjalan. Di awal Januari 2020, seorang teman menginfokan adanya program bimbel untuk lulus tes masuk Gontor. Awalnya saya kaget, baru tahu kalau bahkan ada bimbel khusus untuk mematangkan persiapan anak-anak yang ingin mondok di sana. Nomor telepon dan nama bimbel tersebut pun saya kantongi. PRIMAGO, kepanjangan dari Privat Masuk Gontor.
Ikut Les di PRIMAGO
Setelah berdiskusi dengan suami, kami pun memutuskan untuk join bimbel ini. Ikut bimbel memang bukan jaminan 100% anak akan lulus masuk ke Gontor . Namun yang terpenting adalah niat dan usahanya. Hasilnya nanti biar Allah yang menentukan.
Dan di bulan Februari 2020, kakak Lubna pun mulai ikut bimbel yang berlangsung tiap seminggu sekali. Waktu itu biayanya Rp 500.000/bulan untuk 4x pertemuan, letaknya di daerah Lenteng Agung. Ada paket bimbel 4bulan sekaligus, dengan biaya yang lebih murah tentunya (cuma saya lupa berapa biayanya). Saya tidak ambil paket ini, saya ambil yang bayar per bulan saja. Sekalian mengamati progres kemajuan anak dalam mengerjakan soal Imla.
Sampai akhirnya Corona datang di maret 2020, segala bentuk pertemuan mulai dari pekerjaan, pendidikan, transaksi jual-beli semua dihentikan untuk waktu yang belum bisa ditentukan. Termasuk kegiatan bimbel ini. Anak kami baru join sebulan lebih, dan sisa pertemuan yang ada akan dilakukan secara online di bulan Maret. Meski akhirnya, putri saya hanya les selama 2 bulan, progresnya ternyata sangat signifikan. Dia jadi lebih paham tentang Imla, yang ternyata ada teknik tersendiri untuk memahaminya. Wallahu alam, saya kurang paham perihal ini.
Dan karena saat itu pandemi Corona tengah melanda, tepatnya di Juni 2020, putri kami berangkat tes ujian masuk ke PMDG tanpa didampingi orang tua, namun ada pendampingan khusus dari pihak Primago. Dalam hal ini berupa pendampingan oleh beberapa Ustadz dan Ustadzah yang akan mengurusi semua proses pendaftaran tes masuk mulai dari keberangkatan, pendaftaran, rangkaian tes ujian masuk, semua berkas dan segala macamnya. Alhamdulillah, dengan adanya pendampingan ini setidaknya kami bisa sedikit lebih tenang meski tak bisa mendampingi anak saat proses ujian berlangsung. Doa tak henti kami panjatkan agar ananda selalu sehat, dalam lindungan Allah SWT di manapun berada dan mendapat hasil terbaik menurut Allah SWT.
Dan hampir 3 minggu berlalu, kabar yang ditunggu pun datang juga. Putri kami, Lubna, lulus dan diterima di Pesantren Darussalam Gontor Putri Kampus 3, tepatnya di Desa Karangbanyu, Ngawi, Jawa Timur.
 |
Foto bersama sesaat setelah pengumuman kenaikan kelas 6 |
Saya ingat betul, waktu itu peserta tes masuk di tahun 2020 mencapai angka 10.000 lebih anak yang datang untuk mendaftar. Sementara yang diterima saat itu kurang dari 3.500 anak, dari total keseluruhan santri dan santriwati yang keseluruhannya akan disebar di beberapa cabang pondok pesantren Gontor yang terdapat di beberapa provinsi yang berbeda.
Jalur Pendaftaran Tes Masuk PMDG Tahun 2025
Putri saya mulai mondok di tahun 2020. Tepatnya kisaran Juni, setelah lebaran, setelah ijazah SD ataupun surat tanda kelulusan bisa dipegang anak sebagai salah satu syarat mendaftar ke PMDG.
Namun seiring berjalannya waktu, di tahun-tahun berikutnya, ujian SD/SMP tidak berbarengan lagi dengan ujian masuk PMDG. Ini karena kalender pendidikan PMDG dengan sistem KMI mengikuti kalender Hijriyah dan selalu dimulai beberapa hari setelah lebaran Idul Fitri.
Terjadilah momen di mana santri-santri yang ingin mendaftar, belum pegang ijazah SD, jadi menunda sampai tahun depan ketika mereka sudah punya ijazah SD sebagai salah satu syarat mendaftar.
Tadinya sebagai solusi, kebanyakan dari mereka, setelah lulus SD akan lanjut sementara ke pesantren alumni yang terbukti bekerjasama dengan pesantren Gontor untuk mondok setahun saja sambil persiapan untuk tes masuk dan tahun depannya baru mengurus pendaftaran tes masuk ke PMDG (Pondok Modern Darussalam Gontor). Memang kesannya anak akan telat setahun karena terlihat harus mengulang lagi dari awal saat masuk ke PMDG tapi jangan khawatir, karena ada tes akselerasi. Yang lulus, bisa lanjut dari kelas 2 atau bahkan kelas 3 jika kemampuannya dianggap memenuhi syarat untuk belajar di kelas tersebut.
Setelah 2 tahun berlalu seperti ini, akhirnya di tahun 2023, PMDG membuka
Program Persiapan Calon Pelajar KMI berupa pendaftaran untuk calon-calon santri yang belum mengantongi ijazah SD untuk bisa lanjut kelas persiapan sebagai "Capel" (calon pelajar), yang berpusat di Gontor 2 untuk capel putra dan Gontor Putri 2 untuk capel putri. Jadi intinya, para capel setelah lulus SD bisa belajar dulu di sini sebagai persiapan tes masuk sekaligus persiapan mental dengan ritme belajar khas Gontor, dari awal bangun tidur sampai waktunya tidur lagi di malam hari.
Tahun depannya, jika capel berhasil lulus tes masuk, sesudahnya pun, mereka bisa ikut tes akselerasi kelas.
Untuk info lebih lengkap mengenai pendaftaran masuk ke PMDG, lebih lengkapnya silahkan klik link berikut ya,
Dan sekarang setelah 5 tahun berlalu, tulisan yang tadinya mengendap sebagai draft saja ini, akhirnya berhasil saya selesaikan. Putri kami pun, Alhamdulillah, Masya Allah Tabarakallah sekarang sudah kelas 6, kelas paling akhir di pondok ini.
Perjuangan memang belum selesai, beberapa waktu ke depan, Lubna akan menjalani rangkaian ujian kelas 6 yang tentunya menguras otak juga tenaga. Ujian ini mencakup semua pelajaran dari kelas 1 sampai kelas 6. Baru kemarin saya kirim ke pondok buku-buku pelajaran, buku tulis, lembaran-lembaran kertas ujian sebelumnya yang jika ditotal beratnya mencapai hampir 35 KG. Semua buku-buku itu, untuk dipelajari lagi di sana sebagai bahan yang akan diujikan.
 |
Momen kebersamaan saat menjenguk anak ke pondok |
Akhir kata, memondokkan anak di Gontor pasti ada suka dan dukanya. Dukanya hanya saat di awal-awal saja, saat rasa rindu melanda karena harus berpisah jauh dengan anak untuk waktu yang cukup lama. Namun Alhamdulillah lebih banyak sukanya dan semua bisa dilalui dengan doa dan usaha serta kesiapan mental antara anak dan orang tua. Semoga putri kami, Lubna, bisa lulus Mumtaz di tahun depan, tepat menjadi angkatan 100 tahunnya Gontor, The Brilliant Generation.
Dan semoga ilmu yang didapatnya bisa barokah dunia akhirat.
Usai lulus nanti, para santriwan santriwati akan lanjut pengabdian setahun atau pengabdian 5 tahun.
Kalau saya berdoa agar Lubna mau lanjut pengabdian 5 tahun di Gontor, jadi bisa sambil ngajar dan kuliah di Unida Gontor (Universitas Darussalam Gontor). Tentunya biaya kuliah jadi sangat-sangat minim karena anak sudah sekalian ngabdi mengajar di sana. Yaa, intinya kami ikut yang terbaik menurut Allah SWT saja. Di manapun kuliahnya nanti, semoga selalu diberi kesehatan dan keberkahan dari Allah SWT.
Wallahu alam
Barakallah
BalasHapusMasya Allah, aku sampai terharu bacanya. Perjuangan dan keputusan untuk menyekolahkan anak di Gontor itu luar biasa. Semoga si kecil selalu dalam lindungan Allah dan jadi anak yang sholeh yaa.
BalasHapusAamiin, terima kasih doanya, mbak. Bisa dibilang anak dan orang tua sama-sama berjuang ya, mbak.
HapusPersiapan masuk ke Gontor perlu banget disiapkan tidak hanya soal biaya, pakaian atau perlengkapan lainnya ya, belajar dengan ikut bimbel dan tentunya berdoa
BalasHapusTadinya saya juga gak niat ikutin bimbel, tapi melihat keseriusan Lubna ditambah basicnya yang hanya dari SD negeri, saingan di sana juga ribuan anak, akhirnya kami mutusin ikut bimbel walau cuma 2 bulan. Nggak kebayang kalau anak udah berangkat jauh-jauh ke sana, tanpa dampingan orang tua, lalu nggak keterima. Anggap saja sebagai ikhtiar kami mendukung anak.
HapusMasyaAllah, keren banget putrinya, Mbak. Jadi inget adekku yang tiba-tiba mau masuk pesantren di Solo, padahal anaknya manja banget. Tapi karena tekadnya bulat, akhirnya ibuku merelakannya.
BalasHapusGontor ini salah satu pesantren yang familiar banget sama keluargaku. Dari mulai Om-omku sampe akhirnya sepupuku yang laki-laki banyak yg lulusan sini. Alhamdulillah, keliatan banget hasil didikannya bagus-bagus,
Btw, kalau putri, nanti ada setahun pengabdian juga, kah?
Alhamdulillah Mbak Rahma dari keluarga pesantren juga, ya. Untuk putra-putri sama mbak, pengabdiannya ada yang setahun, ada juga yang lima tahun (kuliah di Unida Gontor sambil ngabdi)
HapusIkut haru bacanya. Salut banget ama Kak Lubna yang dengan kesadaran penuh memilih Gontor. Nggak mudah lho buat anak umur segitu mengambil keputusan utk sekolah yang jauh dari ortu, udah gitu ujian masuknya susah gitu. Keren. Semoga sukses selalu ya, Kak Lubna
BalasHapusAamiin, terima kasih untuk doanya, Mbak. Kami orang tuanya juga kaget waktu denger anak mau mondok di sana. Orang betawi, ga ada saudara di Jawa yang bisa sering-sering jengukin, hanya bergantung sama Allah aja.
HapusSaya lebih ke merinding bacanya, merinding karena usia kelas 5 anak udah punya keinginan sendiri. Kata teman saya, saat cerita kalo anak saya mondok, itu kaya investasi masa depan katanya (akhirat).
BalasHapusSaya setuju banget, kalo untuk mondok itu harus punya tiga hal dalam diri kita, usaha, biaya dan mental. Saya perkenalkan anak ke model pendidikan pondok sejak usia 3 tahun, karena anak sekolah di sekolah swasta umum. memang perlu usaha beneran karena rata-rata teman-temannya jarang banget yang sejak awal udah niat masuk pondok. Nah biaya juga ternyata karena jauh jadi dobel-dobel ya, bahkan mungkin tribel hehehe. Tapi insya Allah selalu ada rezekinya ya....soal mental bukan hanya mental anaknya, tapi juga mental orang tua yang harus benar-benar siap, apalgi kalo ditempatkan di luar jawa ya...semoga anandanya sehat dan selalu semangat untuk belajar ya!!
Aamiin, terima kasih doanya, Abah. Insya Allah jadi investasi akhirat untuk kedua orang tuanya. Perihal tiga hal di atas benar adanya, lebih baik disiapkan di awal.
HapusAlhamdullilah setelah berjuang, berdoa, belajar dan dukungan doa mama dan papa akhirnya masuk juga di Gontor. Semangat belajar . Semoga setelah lulus jadi orang yang bermanfaat . Aamiin .
BalasHapusMasyaAllah. Saya kagum ketika kakak Lubna sudah tau apa yang diinginkan sejak kelas 5 SD. Masa di mana mayoritas anak di usia tersebut masih belum spesifik ketika memilih sekolah. terus dilancarkan dan dimudahkan semua urusannya oleh Allah. Allahumma aamiin
BalasHapusMasyaAllah Tabarakallah, blom lama baca postinga Teh Okti tentang cerita anak semata wayangnya masuk Gontor Putra. Ikut senang dan terharu krn anaknya mau sendiri. Eh ini Mba Eva juga sharing putrinya masih kecil juga mau sendiri pesantren dan lulus ke Gontor. Ya Allah seneng bangeet. Allahumma Baarik
BalasHapusmasyaAllah luar biasa mbak cerita ananda Lubna yang bahkan berniat sekali untuk bisa masuk Gontor. Berarti anaknya waktu masih SD itu sudah diperkenalkan ya, mbak sama kampus Gontor jadi seniat itu untuk bisa menjadi santri di sana atau mungkin ada keluarga yang alumn Gontor?
BalasHapusJustru waktu itu, Lubna browsing cari tahu sendiri pesantren apa yang bagus di Indonesia, mbak. Info yang dia dapat dari google ya itu, pesantren Gontor. Makanya dia kekeuh mau mondok di sana. Barulah kami cari tahu info tambahan tentang pondok ini. Qadarullah mungkin udah takdir anak juga untuk mondok di sana.
HapusDi Lampung sini juga ada sekolah Gontor. Dulu kayaknya lumayan terkenal ya. Tapi di daerahku lagi viral kasus anak meninggal di pondok, jadi ya gitu deh efeknya. Semoga ada rezeki untuk pendidikan Lubna yang terbaik yaa.
BalasHapusYa, mbak. Memang kasus anak meninggal di pondok bisa bikin orang tua mikir dua kali buat mondokin anak, ya. Kami cuma bisa ikhtiar sambil terus berdoa semoga anak-anak selalu dalam lindungan Allah SWT di manapun mereka berada, aamiin.
HapusPesantren Gontor favorit anak-anak dari seluruh Indonesia. Senangnya putri mba akhirnya masuk GONTOR. Semoga makin berprestasi, sholehah dan makin pinter.
BalasHapusalhamdulillah ya putrinya udah bertekad mau mondok apalagi di Gontor. Susah loh meyakinkan anak untuk mau lanjut sekolah di pesantren apalagi gen alpha, huhuhu.
BalasHapusPengen banget mondokin anak di Gontor, sedang di fase membujuk, semoga saja nanti mau. Senang sekali kalau lihat teman-teman anaknya pada mondok.
BalasHapusIya, Teh Lis. Pelan-pelan aja ya, Teh ngenalin pondok pesantren ke anak. Semoga anak-anak mau mondok dengan keinginan sendiri, aamiin.
HapusBersyukur banget memiliki anak yang tanpa diarahkan/dibujuk sudah minta untuk masuk pesantren. Allah telah memggerakan hatinya
BalasHapusMakasih sharingnya! Pengalaman di Gontor keren banget, penuh tantangan tapi bikin mandiri. Menurut kakak, apa yang paling sulit buat anak baru di sana?
BalasHapusYang sulit itu adaptasi di lingkungan baru dengan padatnya kegiatan belajar dan segala aktivitasnya ditambah pola disiplin dan aturan di sana, Mbak. Tapi Alhamdulillah, asalkan anak bisa bersabar menjalani proses, lama-lama anak akan terbiasa.
HapusMasyaAllah, keren mbak anaknya. Semoga sukses dan jadi kebanggaan buat agama, keluarga, dan bangsa ini. Aamiin. Kalau lihat track record Gontor selama ini, aku yakin hasil didikan dari sini bagus dan berkualitas.
BalasHapusMasyallah keren banget anaknya mau masuk gontor apalagi era saat ini jarang banget mau di masukin pesantren apalagi gontor yang lumayan jauh kalo Dari Jakarta
BalasHapusSenengnya bisa menyekolahkan anak di Gontor. Dulu saya jaman masih sekolah pernah punya cita-cita masuk Gontor, tapi harus mengubur impian itu karena keterbatasan dana
BalasHapusNggak papa, kak. Sekolah di tempat lain juga rejeki, kok. Alhamdulillah bua kami masih terjangkau dengan spp 800 ribu sudah termasuk makan sehari 3x.
HapusGontor itu memang salah satu sekolah islam terbaik dan favorit banget ya. Temanku juga anaknya bersekolah di Gontor dan sudah dipersiapkan sejak 3-4 tahun sebelumnya. Sekarang anak pertamanya berada di Gontor 11 Poso, Sulawesi Tengah, dan dia juga sedang nyiapin anak keduanya untuk ujian masuk Gontor juga.
BalasHapusKalau gak salah dengar, lulusan Gontor punya privilege dapat prioritas di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir ya?