Dulu, saat masih aktif bekerja kantoran dan cuaca hujan, perasaan rindu berada di rumah diam-diam kerap menggelitik relung hati saya sebagai seorang ibu. Bayangan untuk bisa menghabiskan waktu bersama anak, cuddle time diiringi rintik hujan rasanya pasti sangat menyenangkan.
Rata-rata ibu bekerja suatu saat pasti pernah merasakan keinginan menemani dan membimbing buah hati di rumah. Hal-hal seperti menyuapi anak makan, mengenalkannya pada kewajiban beribadah, memandikan anak, menemaninya bermain, mengantarnya ke sekolah dan lain sebagainya menjadi aktivitas istimewa bagi saya yang dulu lebih sering duduk bekerja di balik meja, berkutat dengan PC untuk mencari harga tiket pesawat terbaik, melayani para tamu beraneka sifat dengan segala keperluan liburan mereka.
Belasan tahun bekerja di industri pariwisata yang super sibuk, akhirnya saya tersadar kebahagiaan terbesar saya adalah di rumah membersamai suami dan anak-anak. Seringnya rengekan putri sulung kami yang merasa kurangnya waktu dan perhatian saya serta momen kelahiran anak kedua membuat saya memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga.
Saat itu tiba, sangat terlihat betapa senangnya si sulung mengetahui keputusan saya untuk berhenti kerja. Kehadiran saya dan adik kecilnya di rumah, membuat dia jadi lebih ceria. Drama mencari pengasuh dan rasa bersalah terpaksa menitipkan anak ke orang tua dan saudara pun seketika berhenti saat itu juga.
Duo ayang kesayanganku
Tantangan Profesi Sebagai Ibu Rumah Tangga
Sayangnya masih ada saja orang yang salah kaprah dengan profesi ini. Saya menyebutnya profesi, karena memang ini sebuah pekerjaan multi tasking yang dari luar seakan tidak terlihat dan sering dianggap sepele. Padahal dengan segala aktivitasnya di rumah, memilih menjadi ibu rumah tangga adalah pilihan yang hebat dan tak main-main.
Seiring waktu saya pun jadi tahu dan merasakan langsung peran seorang ibu rumah tangga yang juga harus bisa menjadi seorang koki, seorang guru, pengasuh, perawat, sahabat dan lain sebagainya dalam rangka menemani keseharian anak-anak di rumah.
Lebih banyak di rumah membuat saya banyak bersyukur pada banyak hal kecil yang terjadi di sekitar saya. Saya pun ngerasa happy banget mengetahui si sulung yang beranjak remaja bisa nyaman menganggap saya sebagai sahabatnya. Semua hal di sekolah sampai urusan pribadi persahabatan berbumbu kisah-kisah kecil pubertas tak sungkan dia ceritakan kepada saya. Keberadaan saya di rumah ternyata bisa membuat dia lebih giat belajar lagi dan di umurnya yang ke-11 tahun, perempuan sulung kami sudah tahu dan mengerti jenis pelajaran apa yang ingin dia tekuni selepas SD. Di usianya yang masih belia, ia sudah tahu dan mantap ke arah mana pendidikan yang harus ditempuh untuk bisa menggapai profesi impiannya kelak. Saat itu, ada kepuasan mendalam di hati saya karena bisa mengiringinya di masa-masa itu. Rasa puas yang saya dapat saat itu, lebih dari rasa puas yang saya dapatkan saat pernah mendapat predikat karyawan terbaik di kantor ataupun saat mendapat reward jalan-jalan ke negeri tetangga dari perusahaan.
Karena Waktu Tak Bisa Diulang
Kebersamaan bersama anak sangatlah singkat maka jangan sia-siakan kesempatan itu. Saya pun baru sadar ketika sulung kami sudah mantap dengan pilihan sekolahnya dan memutuskan untuk mondok jauuuh dari rumah. Berjarak ratusan kilometer dari Jakarta, tanpa gentar ia belajar tekun sejak kelas 5 SD agar bisa menembus pesantren impiannya, Pondok Modern Darussalam Gontor di Jawa Timur. Bersaing dengan ribuan pendaftar lainnya, tanpa didampingi oleh orang tua karena adanya pandemi, semoga Allah SWT selalu melindunginya di manapun ia berada.
Kalau dihitung-hitung, waktu kebersamaan saya full di rumah bersama anak perempuan sulung kami, hanya 4 tahun saja (hiks hiks). Tepatnya sejak ia naik kelas 3 SD sampai ia lulus sekolah dasar di tahun 2020 lalu. Waktu yang teramat singkat. Karena sekarang dengan segala jerih payahnya, sulung kami sudah berada jauh dari penglihatan, menimba ilmu agama di pesantren impiannya sebagai pilihan hidup yang ia sukai.
Dan memang benar waktu tak bisa diulang. Saya pun bersyukur sudah memutuskan profesi ibu rumah tangga sebagai pilihan untuk dijalani. Setidaknya saya masih ada waktu untuk menemani dan membimbing sulung kami sewaktu ia belum pergi ke pesantren. Dan sekarang saya makin bersyukur karena bisa menemani si bungsu sejak ia lahir sampai sekarang.
Tips Bahagia Ibu Rumah Tangga
Untuk menghilangkan jenuh, saya punya beberapa tips murah meriah agar tetap bahagia di rumah. Tips ini terbukti ampuh mengusir bosan saya selama 5 tahun terakhir sebagai ibu rumah tangga.
1. Rutin berolahraga
Bisa karena terbiasa. Dulu saya terpaksa olahraga karena ingin langsing. Tapi karena saya penggila cemilan, target langsing pun tak kunjung didapat. Dan karena sudah kadung terbiasa, sekarang tujuan saya berolahraga hanya untuk kesehatan. Saya pun sudah merasakan dampak baik rutin berolahraga untuk tubuh. Dulu pernah saat saya mager hampir 2 bulan dan tak pernah berolahraga, seluruh badan terasa sakit dan pegal-pegal. Setiap bangun pagi pun badan rasanya lemas dan tak bertenaga. Ditambah pundak dan leher belakang yang terasa nyeri bin pegal. Saya pun memutuskan untuk berolahraga lagi. Tak menunggu waktu lama, setelah saya mulai olahraga lagi selama 3 hari, tubuh terasa lebih fit dan enteng. Pegal-pegal di pundak dan leher belakang pun langsung hilang. Akhirnya sampai sekarang jadi ketagihan workout di rumah. Minimal setengah jam, 4-5 kali dalam seminggu jadi hal rutin yang dilakukan tanpa paksaan.
2. Melakukan hobi
Hobi bisa jadi hal ampuh penghilang stress buat para ibu di rumah. Mau itu hobi menulis, membaca, berkebun, memasak atau apapun itu sangat pas untuk dilakukan saat me time.
3. Jangan Ngoyo
Memiliki anak balita dengan segala keaktifannya membuat saya mengurangi harapan saya dengan kondisi rumah yang rapi setiap saat. Yang terpenting bagi saya, setiap hari lantai rumah wajib untuk disapu dan dipel dengan cairan pembersih lantai. Kalau setelah itu lantai rumah sedikit berantakan lagi oleh mainan si kecil, itu boleh-boleh saja dan tidak akan membuat saya pusing melihatnya.
4. Sharing bersama Suami
Bertukar pikiran dan bercerita dengan ayahnya anak-anak menjadi satu cara saya melampiaskan apa yang dirasa memenuhi pikiran. Banyaknya pekerjaan domestik yang rasanya tak kunjung selesai, membuat seorang ibu rumah tangga perlu berbagi pikiran setidaknya dengan orang-orang terdekatnya untuk berbagi beban yang dirasa. Saya lebih suka curhat pada suami untuk hal-hal berat dan yang mengganggu pikiran selain hal-hal ringan dan menyenangkan tentunya. Lain lagi kalau untuk sharing hal-hal ringan dan menyenangkan ya, saya pasti tak segan berbagi cerita dengan orang tua dan saudara. Setidaknya agar tidak menambah beban pikiran orang tua.
Akhir cerita, setelah mengalami keduanya, baik menjadi ibu bekerja ataupun ibu rumah tangga, keduanya sama-sama berjuang demi kebaikan keluarga. So, semangatt terus bunda semuaaa.
Komentar
Posting Komentar