Ini cerita anak pertama saya yang dimuat di majalah Bobo, tepatnya di Januari 2017.
Perjuangannya menembus majalah ini bisa dibilang amat sulit buat saya yang baru belajar menulis. Setelah belasan kali mengirim cernak yang berbeda dan sabar menunggu, akhirnya ada satu juga yang berkenan dimuat redaksi.
Perjuangan belum usai, masih panjang dan tetap terasa menyenangkan asal kita menyukainya.
Perjuangannya menembus majalah ini bisa dibilang amat sulit buat saya yang baru belajar menulis. Setelah belasan kali mengirim cernak yang berbeda dan sabar menunggu, akhirnya ada satu juga yang berkenan dimuat redaksi.
Perjuangan belum usai, masih panjang dan tetap terasa menyenangkan asal kita menyukainya.
Bunga Kuncup Satu
Eva Sholihah
Langkah Ibu tiba-tiba terhenti. Tangan Lulu menarik-narik sisi bawah
baju Ibu sambil menunjuk sesuatu.
"Bu ... Lulu mau pohon mawar yang itu. Yang sebelah sana!"
rengek Lulu.
Ibu menggeleng. Ibu tahu apa yang Lulu maksud dan tak bisa memenuhinya.
Ibu menggeleng. Ibu tahu apa yang Lulu maksud dan tak bisa memenuhinya.
Ada toko baru di sebelah minimarket. Toko itu bercat merah muda
berlukis bunga sulur cantik di dinding depan. Aneka rangkaian bunga dan
tumbuhan yang jarang Lulu lihat, dijual disana. Di dekat pintu masuk, sebuah
rak tanaman berbentuk sepeda putih terpajang indah. Pot-pot kecil berisi pohon
bunga warna-warni ada di atasnya. Lulu ingin sekali membelinya untuk tugas
menanam di sekolah.
“Harganya pasti mahal,” gumam Lulu.
Lima minggu lalu, Bu
Ami memberi tugas murid kelas 4 untuk praktik menanam bunga mawar. Lulu sudah
membeli pot kecil. Lalu, dengan dibantu Ibu, Lulu mengisi pot itu dengan
campuran tanah, sedikit pasir serta pupuk kandang. Sebelumnya ibu sudah
menyiapkan sebatang dahan pohon mawar pemberian Ibu Mika, pemilik kebun mawar
yang luas. Lulu dan Ibu menanamnya dengan cara stek. Batang sepanjang 5 cm itu Ibu
tancapkan di tengah-tengah pot.
Sekarang pohon mawar
Lulu sudah mulai tumbuh. Daunnya tambah banyak. Namun, hanya ada satu kuncup
mawar yang muncul. Dan dua hari lagi, tugas itu harus dikumpulkan.
***
Esoknya, di sekolah,
teman-teman di kelas Lulu ramai membicarakan perkembangan pohon mawar
masing-masing. Lulu sedih saat mendengar pohon mawar milik teman-temannya sudah
mekar bunganya. Padahal, Lulu sudah merawat pohon mawarnya sepenuh hati, sesuai
saran Ibu. Namun, kenapa hanya bunga miliknya yang masih kuncup?
Sepulang sekolah, Lulu
cemberut terus sampai waktunya makan siang.
"Lulu kenapa? Kok
cemberut?" Ibu tersenyum, menyodorkan sepiring nasi pada Lulu.
"Lulu kesal, Bu.
Mawarnya Sari sudah berbunga. Banyak lagi, katanya. Teman-teman yang lain juga.
Cuma Lulu yang bunganya kuncup satu." rengek Lulu.
Ibu tersenyum, "Tidak
apa-apa, Lu. Yang penting, pohon itu, kan, kamu yang tanam dan rawat sendiri. Ibu
yakin, pohon Lulu tidak kalah bagus dibandingkan pohon teman-teman lain."
Lulu terdiam mendengar kata-kata Ibu. Kata-kata Ibu ada benarnya juga.
***
Lulu terdiam mendengar kata-kata Ibu. Kata-kata Ibu ada benarnya juga.
***
Beberapa hari kemudian,
suasana di kelas 4 ramai. Semua teman menatap kagum pada pot yang dibawa Sari, teman
sebangku Lulu. Mawar yang dibawa Sari memiliki campuran warna berbeda, seperti
pelangi. Ada warna kuning, biru, merah,hijau dan ungu. Bagus sekali.
Teettt...
bel tanda istirahat berbunyi. Lulu, Sari dan teman-teman lain berlarian ke luar
kelas. Bu Ami tetap di dalam kelas. Satu persatu Bu Ami mengamati dan memberi
nilai pada setiap pot bunga. Dan tibalah giliran pot bunga milik Sari yang
dinilai. Bu Ami memutar pot itu pelan, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi. Tak
sengaja Bu Ami menemukan sesuatu di bawah pot itu.
Seminggu kemudian,
nilai atas praktik bercocok tanam diberikan kepada masing-masing murid. Lulu
dan semua teman di kelas senang dan puas dengan nilai masing-masing. Sayang,
hari ini Sari tidak masuk sekolah karena sakit.
“Pasti nilai Sari
sangatlah bagus,” tebak Lulu dalam hati. Lulu berencana akan menjenguk Sari usai
pulang sekolah.
"Tok...tok...tok!"
Lulu mengetuk pintu rumah Sari dengan perlahan. Tangan kanan Lulu membawa bolu
pisang titipan Ibu.
Pintu terbuka."Eh,
ada Lulu. Ayo masuk, Lu. Sari ada di kamarnya." sambut mamanya Sari dengan
ramah.
"Iya, terima kasih
Tante. Ini ada bolu untuk Sari dan Tante."
Lulu masuk ke kamar
Sari yang bagus dan rapi. Tante. Sari sedang duduk di atas kasur dan tampak
kaget melihat Lulu datang.
"Eh, Lulu. Terima kasih
ya, sudah datang ke sini." ucap Sari pelan. Wajahnya sedikit pucat dan
terlihat sedih.
"Iya, sama-sama,
Sari. Memangnya, kamu sakit apa?” tanya Lulu.
Sari meringis, tidak
menjawab pertanyaan Lulu.
“O iya, hari ini nilai
praktik menanam mawar sudah dibagikan, lo. Pasti nilai kamu yang terbagus deh,
Sar.”
Sari terdiam mendengar
ucapan Lulu tadi.
Tiba-tiba, Sari
menangis. Lulu jadi bingung harus bagaimana. Atau, jangan-jangan Lulu salah
bicara, sehingga membuat Sari sedih dan menangis.
Akhirnya, Sari
menceritakan dengan jujur tentang pot bunganya. Lulu tidak percaya dengan apa yang
baru saja Sari ceritakan. Namun, Lulu juga ingat pernah melihat pohon mawar milik
Sari. Tepatnya di mana, dia lupa.
Rupanya, Sari membeli
pohon rainbow rose itu di toko bunga
yang ada di sebelah minimarket. Bu Ami mengetahuinya dari nama toko bunga yang
tercetak halus di bagian bawah pot. Dan sekarang, Bu Ami mengharuskan Sari
mengulang praktik menanamnya itu. Sari malu pada Bu Ami dan teman-teman di
kelas, karena ketahuan berbohong. Sampai-sampai, Sari jadi sakit dan tidak
masuk sekolah.
“Sar, jangan sedih
lagi, ya. Aku mau, kok, kasih tahu kamu cara menyetek mawar dengan benar. Kita,
kan, sahabat,” hibur Lulu.
“Kamu serius Lu, mau
ajarin aku menanam mawar?” tanya Sari tak percaya.
Lulu mengangguk.”Kamu
siapin alat-alatnya ya, hari Sabtu kita tanam mawarnya bersama-sama.”
Sari tersenyum,
wajahnya tidak sedih lagi. Lulu juga senang bisa membantu teman yang sedang
kesulitan.
Komentar
Posting Komentar